Masuk Pasar Ritel, PTPN Gelontorkan 40.000 Ton Gula Konsumsi

Holding Perkebunan Indonesia PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III mulai masuk pasar ritel dengan menjual gula untuk konsumsi. Pada masa giling 2020, perseroan memulai dengan kapasitas gula konsumsi sekitar 40.000 ton atau setara dengan 40 juta kemasan, yang akan dijual sebesar 1 Kilogram (Kg) per kemasan. Direktur Pemasaran PTPN III Dwi Sutoro mengatakan jumlah gula konsumsi yang dijual oleh perseroan akan terus dikembangkan sebagai bagian dari rencana strategi grup 5-10 tahun ke depan.

Langkah PTPN III masuk ke pasar ritel ini dilakukan agar perseroan dapat berkontribusi menjaga harga gula di tingkat konsumen sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp 12.500 per Kg. “Masuk ke pasar ritel menjadi langkah kami menjaga pasokan gula konsumsi dan stabilitas harga gula nasional,” kata Dwi, dalam konferensi pers, Rabu (5/8).

“Sehingga secara langsung menambah kapasitas gula konsumsi dan menaikkan kesejahteraan petani tebu,” ujarnya. Direktur Utama PTPN III Muhammad Abdul Ghani menambahkan, perseroan menargetkan produksi gula konsumsi tahun ini sebanyak 1 juta ton. Jumlah tersebut berasal dari areal tanaman tebu milik grup, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV, serta lahan petani. Ia mengatakan total luas lahan keseluruhan sekitar 168.000 hektare, dengan proyeksi tebu untuk digiling sebanyak 12,2 juta ton.

Untuk mencapai target produksi tersebut perseroan telah menyiapkan peralatan pabrik lengkap dengan investasi untuk maintenance. Selain itu, perseroan juga akan melakukan analisa pendahuluan sampel tebu serta persiapan tebang, muat dan angkut untuk menjamin efisiensi giling. Adapun, merek gula konsumsi tersebut akan disesuaikan dengan merek atau brand setiap anak perusahaan PTPN III yang sudah ada di daerah masing-masing.

Secara perinci, PTPN II dengan area sekitar Sumatera Utara menggunakan merek brand Walini, yang juga akan digunakan oleh PTPN VII sekitar area Lampung. Kemudian PTPN IX area Jawa Tengah menggunakan brand Banaran dan PTPN X area Jawa Timur menggunakan merek Dasa Manis. Lalu PTPN XI area Jawa Timur akan menggunakan brand Gupalas dan PTPN XIC menggunakan merek Gollata.

READ MORE

Mengerem Manisnya Impor Gula: PTPN Mau Wujudkan Kemandirian Gula Nasional 2024

Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Mahmudi menyatakan ingin mewujudkan program kemandirian gula nasional pada tahun 2024 dengan mengerem impor gula. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi impor gula. “Dengan menyetop impor gula tersebut memiliki beberapa fungsi untuk negara. Terutama dapat menghemat devisa negara,” kata Mahmudi dalam webinar secara virtual pada Selasa, 28 September 2021.

Lebih lanjut, menyetop impor gula juga dapat menjaga stabilitas harga gula konsumsi, meningkatkan kesejahteraan petani dan mewujudkan kemandirian gula konsumsi nasional. Indonesia juga harus impor gula konsumsi sebanyak 1 juta ton dan untuk gula industri sebanyak 3 juta ton. Sehingga, menjadi 4 juta ton gula adalah PR besar bagi PTPN. Ada beberapa hal yang menyebabkan pemerintah rajin mengimpor gula.

Pertama, produksi gula secara nasional baru sekitar 2,1 juta ton per tahun. kedua, secara total konsumsi nasional sebesar 5,8 juta-an ton per tahun yang terdiri dari gula konsumsi dan gula kebutuhan produksi. Mahmudi mengatakan tengah berusaha agar menyetop impor gula. Pertama, mengusahakan modernisasi pabrik gula nasional. Kedua, meningkatkan efisiensi serta mentransformasi bisnis gula di Indonesia.

Guna mewujudkan kemandirian gula, kata dia, kemitraan dengan petani adalah salah satu poin penting untuk bisa mendorong kemandirian gula nasional. “Karena petani berada di garda terdepan dalam upaya kemandirian gula nasional,” katanya.

Tak hanya itu, dengan mewujudkan kemandirian gula, maka secara tidak langsung akan mensejahterakan para petani. Ia juga membeberkan nasib petani tebu.

Saat ini, kata dia, rata-rata petani tebu hanya mendapat Rp 3,7 juta per hektare per tahun. Hal tersebut karena total area perkebunan tebu PTPN saat ini hanya 150 ribu hektare dengan produktivitas tebu 67 hektare dan rendemen 7 persen. “Dari situ diperoleh produksi gula sekitar 4,67 ton per hektare atau total sekitar 702 ribu ton,” katanya.

Maka dari itu, ia menargetkan dalam 3 tahun ke depan SHU atau hasil anak usaha pendapatan petani bisa naik menjadi Rp 21,2 juta per hektare. “Kita harus wujudkan kesejahteraan petani,” katanya.

Menurut Mahmudi, peranan petani terhadap supply bahan baku tebu di tingkat nasional mencapai 58 persen. “Sehingga kemandirian gula nasional ini akan terwujud jika para petani sejahtera,” demikian Mahmudi ihwal upaya mengerem impor gula itu.

READ MORE